15.17 -
ken cerpen
1 comment


Sakura Diremang Purnama (my first cerpen)
Angin musim gugur berhembus sepoi,
membawa guguran-guguran cemara yang telah lelah tuk selalu bergelantungan pada
dahannya. Yang tiap hari senantiasa mengotori halaman sebuah Pub di pinggiran Tokyo, Jepang. Di depannya,
orang-orang masih terlihat sibuk berlalu-lalang di kota terpadat di Jepang ini. Memang, setiap
sore menjelang petang adalah jam paling sibuk kedua setelah pagi. Apalagi,
setelah musim gugur ini usai, dan akan digantikan oleh musim dingin yang akan
segera dimulai. Mereka mungkin sibuk untuk
mempersiapkan segala keperluan mempersiapkan musim dingin nanti.
Aku masih
sibuk dengan pekerjaanku di Pub ini, sebagai bartender tentunya. Kenalkan dulu,
namaku Kenji… Mishimoto Ahmedo Kenji, aku seorang blasteran Indonesia-Nippon. Dulunya,
ayahku seorang guru agama di salah satu sekolah Negeri di Indonesia. Suatu ketika, beliau
mendapat beasiswa untuk melanjutkan studi di Jepang. Setekah dapat setahun,
akhirnya beliau berkenalan dengan seorang gadis Jepang pada waktu itu yang
bernama Yuki Mishimoto, teman kelasnya yaitu ibuku. Dua tahun setelah
perkenalan mereka, keduanya pun saling cocok satu sama lain. Serta telah
mendapat restu dari orang tua masing-masing untuk menjalin hubungan yang lebih
serius, yaitu menikah. Ayah dan ibu akhirnya memutuskan untuk melanjutkan ke
jenjang pernikahan setahun kemudian, dilanjutkan dengan masuk Islamnya ibuku
sebagai syarat dari ayah dan memboyong ibu ke Indonesia.
Waktu aku berumur dua tahunan, ayah
meningagal karena suatu kecelakaan. Dan ibu membawaku kembali ke Jepang karena
tidak ingin merepotkan keluarga ayah, juga beliau tidak lancar dalam berbahasa Indonesia
yang juga menjadi salah satu kendalanya. Serta gangguan dari salah seorang
kerabat ayah yang berniat menggantiakan posisi ayah. Tapi ibu menolak dan
membawaku pulang ke Jepang setelah aku genap berumur sembilan tahun.



Tokyo, Jepang.
Wush…! angin
dingin ini terasa menusuk hingga ketulang sum-sum. Angin dingin yang biasa
datang tiap tahun, kali ini terasa lebih dingin dari biasanya. Apalagi salju
tiap hari turun entah pagi, siang, ataupun malam. Sepulang sekolah aku langsung
berangkat ke tempat kerjaku, dan pulang sekitar jam 11:00 malam waktu Jepang.
Memang tiap malam aku dapat Shiff jaga terakhir, otomatis hingga Pub tutup,
tinggal aku sendiri yang ada di dalam untuk menutupnya. Kesempatan seperti ini
biasa kugunakan untuk menenangkan diri dengan meneguk sebotol Sake[1].
Jujur, jiwaku masih goncang dengan kepergian ibuku. Beliau meninggal setengah
bulan lalu, karena penyakit yang beliau derita.
Lima tahun lalu perekonomian keluargaku mulai
terpuruk, tak layaknya keluarga-keluarga di Jepang yang berkecukupan diatas
rata-rata. Hingga akhirnya ibuku terpaksa menjual kehormatannya dengan menjadikan
dirinya sebagai Geisha[2], itupun
untuk menghidupi keluargaku. Mungkin sejak saat itu, jiwaku jadi tergoncang dan
kini beliau telah tiada. Dan aku masih belum bisa menerimanya.
Akh!!“glek…glek…” dua tegukan terakhir sake telah habis untuk malam ini,
pikiranku sedikit lebih tenang. Aku juga sudah tak ingat lagi dengan yang
namanya Salat sejak kejadian itu.
“krek…” kututup Rolling Door Pub dengan kepala yang
mulai pusing, aku mabuk. Aku berjalan sedikit gontai untuk pulang ke rumah. Dan
tiba-tiba “bruk…!” tubuhku serasa menabrak sesuatu, tapi tak kuhiraukan karena
aku masih pusing.
“Lin, kamu
gak pa-pa Lin!” kudengar suara teman orang yang aku tabrak tadi, dari
perkataannya aku kenal bahasa orang ini. Mereka orang Indonesia.
“Gak pa-pa
koq, biarin aja”, jawab orang yang aku tabrak tadi, seorang gadis rupanya.
“Dasar
orang Jepang, kalau jalan sembarangan!”, gerutu temannya yang laki-laki itu. Ku
lirik sejenak, seorang gadis berjilbab yang aku tubruk, dan dua temannya. Satu laki-laki
dan seorang lagi perempuan seumuran dia tanpa jilbab.
“Moshi
wakay arimasen, waza to yatta wakay dewanai noday, say oyurushi kuda[3]”,
terdengar dia minta maaf menggunakan bahasa Jepang dengan lancar, sambil menundukkan
badan ala orang Jepang pula. Aku hanya tersenyum kecut melihat wajah gadis itu,
wajahnya Innocent layaknya wajah
gadis Indonesia
pada umumnya. Kupandang temannya yang laki-laki, tapi dia terlihat tidak suka
melihatku. Huh!.
“Udah ah
Lin, gak usah terlalu sopan kayak gitu ama mereka, lagian bukan kamu yang
salah. Dianya aja yang jalan sempoyongan gitu!”, teman lelakinya itu nyerocos
sewot tanda tak suka padaku.
“E des yo[4]”,
jawabku singkat sambil menundukkan badan, kulakukan ini untuk menghilangkan
sebutan tidak sopan dari teman
lelakinya itu. Kulirik sebentar, lalu aku langsung pergi meninggalkan tempat
itu. Dia yang aku dengar dipanggil ‘Lin’ itu memandangku yang berwajah Indo-Nippon
ini dengan tatapan sedikit tidak enak, merasa bersalah mungkin.
Kupercepat
langkahku agar segera tiba di rumah, aku masih pusing. Di rumah yang terbilang
tak begitu besar ini aku tinggal sendiri. Langsung saja di dalam kamar, ku
hempaskan saja tubuhku di atas Futton[5], lelah. “Lin…, Indonesia…, Rumah ayah” bayang itu
berkelebat lagi. Udara di luar masih saja dingin bersalju.



Bandara Narita, Tokyo.
Jam 09:30 pagi, aku tiba di Tokyo. Bersama dengan lima orang temanku dari Indonesia, dan beberapa guru. Untuk
mengikuti program pertukaran pelajar selama enam bulan, senangnya. Kami
langsung menuju KBRI[6] di
Tokyo, tempat sementara kami tinggal selama di Jepang. Oiya, kenalkan namaku
Alina Putri, tapi Yani dan Rudi –dua teman akrabku –biasa memanggilku Lina.
Seiring berjalannya waktu, bagiku
terasa begitu cepat berada di Negeri Sakura ini. Sudah tiga bulan aku berada di
sini, dan akupun juga sudah banyak menimba pengetahuan tentang Negara ini,
tentang indahnya kultur budaya yang ada di sini, Jepang. Dan begitupun aku juga
banyak memperkenalkan budaya tanah airku pada teman-teman dari Jepang, pun
tentang indahnya budaya Indonesia.
Dan kebetulan, sekarang adalah awal dari musim dingin.
Di sini aku juga punya seorang
sahabat karib asli Nippon, Namanya Haruka
Hanabata. Orangnya seumuran denganku. Dia pintar, supel, dan juga cantik
–soalnya Rudi sempat kesemsem sama dia, hihihi –dan juga manis. Yang aku
suka, dia memanggilku dengan panggilan istimewa, Sakura. Katanya karena pipiku
yang agak tembem ini selalu berwana merah muda –merona –seperti bunga Sakura.
Lucu ya?.
“O namae wa[7]
?”, suatu hari ketika kami baru kenal.
“Watashiwa Alina des, O namae[8]?”
jawabku sambil balik bertanya.
“Haruka, Hanabata Haruka saides”,
jawabnya sambil menyunggingkan senyum. Sejak saat itulah kami berteman.
Hingga pada suatu malam yang
membuatku jengkel. Ketika aku dan teman-teman pulang dari rumah Haruka yang tak
jauh KBRI, aku bertabrakan dengan seorang pemuda Jepang. Tapi aku sempat
menyangka kalau dia itu bukan orang Jepang, soalnya dia tak seputih orang Jepang
pada umumnya, dia lebih berwajah Indo gitu, tapi cukup manis orangnya. Karena
dia terlihat seperti sedang mabuk, langsung saja aku minta maaf karena takut
dia marah, tapi dia hanya tersenyum kecut. Rudi terlihat tak suka padanya waktu
itu. Tapi walaupun begitu dia masih memaafkanku. Sempat dia menatapku heran,
aku pun juga. Walaupun dia dalam keadaan mabuk begitu, tapi dia masih sempat
menunjukkan kesopanannya pada kami. Dan itulah yang aku suka dari orang Jepang.
Walaupun dulunya bangsaku sempat di jajah oleh mereka.



Setengah bulan lebih, tapi siluet
gadis itu selalu saja terbias dalam pikiranku. Hingga pagi menjelang, aku masih
belum bisa untuk memejamkan mata. Jam tujuh pagi, ku coba untuk menenangkan
diriku dengan cara berjalan-jalan di taman. Sambil ku baca Tokyo no Shimbun[9],
ah…beritanya itu-itu saja. Tentang ketegangan antar Negara Barat-Timur.
Lamunanku menerawang lagi, jauh dari alam sadarku. Tuhan, betapa indah dunia
yang kau ciptakan untuk manusia-manusia bodoh sepertiku ini.
Musim semi rasanya sudah hampir
tiba, sebentar lagi Sakura-Sakura itu akan segera bergeliat memekar dari
dahannya bersemayam. Ini memang suatu kebanggaan bagi orang Jepang, musim semi
dengan Sakura-nya yang indah. Bunga merah jambu yang takkan pernah ada di Negara lain selain di Jepang.
Ku teruskan lagi bacaan Koranku yang sempat terputus oleh lamunanku tadi, dan
tak ku hiraukan keadaan sekitar. “krie..k” terdengar seseorang duduk di bangku
taman yang aku duduki, wajahnya tertutup oleh Shimbun yang dibacanya. Ku
lirik sebentar, dan Bless…dia, aku pernah kenal wajah ini. Ya, dia gadis
yang tempo hari aku tubruk itu, sungguh suatu kebetulan bagiku, Seperti dalam
film saja. Dan ini cukup untuk membuat hatiku berdegup
tak karuan. Hah!.
“Go zai
masu[10]?,” aku mencoba untuk menyapanya
dengan ramah, dia menurunkan korannya dan menoleh padaku.
“Pagi,”
jawabnya singkat. Aku berdiri di depannya sambil menundukkan badanku.
“Jikoshtay
mo yoro shee deska[11]?,”
pintaku dengan hormat.
“Ya
silahkan”
“Anda
dari Indonesia kan?, kenalkan nama saya
Kenji… Mishimoto Ahmedo Kenji,” setelah ku perkenalkan namaku, dia
mengernyitkan alisnya pertanda heran.
“Sebelumnya,
saya minta maaf atas kejadian malam itu, saya waktu itu dalam keadaan mabuk,
sekali lagi maafkan saya.” Aku mencoba membuka pembicaraan dan langsung pada
intinya, walau sedikit gemetar.
“O…anda
yang waktu itu kan.
Oh tidak-tidak! Seharusnya saya yang harus minta maaf…,” dia juga berdiri dan
melakukan hal yang sama sepertiku. Kami jadi salah tingkah.
“O ya-ya, kenalkan juga nama saya Alina Putri.
Saya dengar ada nama Ahmed dari nama kamu barusan, Apa kamu seorang Muslim?,”
dia balik bertanya tentang namaku tadi, dengan bahasa Jepang.
“Ya…saya
memang seorang Muslim, dan blasteran Indo-Nippon”, ucapku lagi yang kini mulai
menggunakan bahasa Indonesia yang mulai kaku, dan dia terkejut mendengarnya.
Kami duduk kembali, lalu aku mulai bercerita tentang asal-usulku. Kami saling
berbagi cerita pagi itu, dan akhirnya kami merasa mulai akrab. Ku tanyakan juga
tentang apa yang sedang dia lakukan di Jepang. Ternyata dia mengikuti program
pertukaran pelajar.
“Jadi,
ayah kamu orang Bandung.
Kapan terakhir kali pergi ke Indonesia?”,
tanyanya kemudian, dia terlihat manis dengan jilbab dan jaket serba pink,
ditambah bawahan panjang warna putih. Ah!.
“Terakhir
kali di Indonesia,
waktu itu aku berumur sepuluh tahun. Setelah ayahku meninggal, oleh ibu aku
dibawa kembali ke sini. Dan beginilah aku sekarang, hidup sendiri. Ya…setelah
ibu meninggal, aku mulai mencoba hidup mandiri…bla bla bla” tukasku panjang
lebar.
“Maafkan
tentang ibumu, aku tak bermaksud begitu”,
“Tidak
apa-apa, memang beginilah keadaannya. Oiya, kapan kamu kembali ke Indonesia?
Di musim semi yang akan datang, akan ada banyak perayaan dan festival, juga
akan mulai bermekarannya bunga-bunga Sakura. Apa kamu tidak ingin
menyaksikannya?”.
“Entahlah,
mungkin tiga bulan lagi. Sebenarnya aku ingin sekali. Ya, mudah-mudahan waktu
itu aku belum pulang”, jawabnya.
“Jika
kamu musim semi nanti masih ada di sini, aku ingin memperkenalkanmu dengan Sakura-Sakura
itu. Juga teman-temanmu, gimana?”
“Insya Allah”,
senyumnya mengembang lagi. Tak terasa
obrolan kami pagi itu berdurasi cukup lama. Jam sepuluh pagi aku mengantarnya
kembali ke KBRI yang memang tak jauh dari tempat kami bertemu tadi. Dan kami
pun jadi akrab sejak itu, untungnya aku sempat meminta nomor Handphonennya. “Sakura ternyata mekar sebelum waktunya”.
“Terima
kasih atas waktunya, lain kali apakah kita bisa berbincang lagi?”, tanyaku
sebelum pergi.
“Ya
mudah-mudahan bisa. Sampai disini dulu, teman-temanku di dalam sudah menunggu. Mata
ato day[12]”,
tak lupa ia berikan senyum hangatnya yang indah seperti Sakura.



Udara di
luar cukup dingin, dan salju turun cukup deras hari ini. Ada kegiatan baru bagiku yang tak bisa
ditinggalkan sebenarnya. Bertemu dengan Sakura –Alina –tiap sore jam 03:00 di
taman. kadang bukan Cuma dia yang datang, Yani dan Rudi biasanya juga diajak.
Bahkan, Haruka sesekali ikut apabila tidak ada jam sekolah atau les. Kadang
juga aku bercerita tentang kehidupan pribadiku pada dia, tak jarang solusi
darinya menjadi pencerahan dan jalan keluar bagi masalahku. Dan kini, diriku
serasa menemukan cahaya hidupku lagi. Mungkin ini sebuah Hidayah yang dulu
pernah hilang dari hidupku. Salat lima
waktu yang cukup lama ku tinggalkan, sedikit demi sedikit mulai ku kerjakan
kembali, dan itu berkat Alina. Hidupku serasa menemukan dunia baru. Tak jarang,
aku mengajak mereka mengelilingi keindahan kota Tokyo dengan berjalan
kaki. Di Jepang, transportasi nomor satu yaitu dengan berjalan kaki, hal ini
sangatlah membanggakan bagi orang Jepang. Karena kita diajak untuk mencintai
diri sendiri.
Tiga
minggu berlalu terasa cepat, udara dingin yang biasanya membuat gigil seluruh
sendi, kini sedikit lebih hangat. Mungkin karena musim semi sudah dekat, dan
itu tandanya bunga Sakura akan segera bermekaran. Seperti Alina yang Sakura.
Musim
semi diperkirakan akan dimulai tiga minggu lagi, karena dalam ramalan cuaca,
angin Siberia Tenggara datangnya akan lebih
cepat. Sambil menyimak berita dari TV, hari ini aku tak keluar rumah, karena tak
ada janji dengan Sakura dan teman-temannya seperti biasa. Mereka sedang pergi
ke pulau Hokkaido
masih dalam program pertukaran pelajar itu. Memang, tadi malam aku sempat
mengantar mereka ke stasiun, dengan menumpang Shinkansen[13],
mereka berangkat sekitar pukul delapan malam. Akhirnya aku pulang bersama
Haruka.
“Ahmad,
aku selalu berharap semoga kau bisa kembali seperti dulu lagi…” pesan Sakura
itu selalu ku ingat sampai sekarang, dia katakan itu sebelum berangkat. Oiya,
dari semua yang aku kenal, hanya dia yang memanggilku dengan sebutan Ahmad
–nama depanku –karena akan mengingatkan dia selalu pada Nabi Muhammad katanya.
Mengingat pesan itu, aku langsung mengambil wudlu’ dan melaksanakan Salat subuh
yang tadi sempat kesiangan. Hehehe!.



Angin musim semi berhembus semilir riuh
rendah, berdesir di antara pepohonan Sakura yang bertebaran di kota
Tokyo.
Menggugukan bunga-bunga yang telah dewasa. Sejurus mata memandang, tebaran
bunga khas Jepang ini padat memenuhi seantero Jepang, menjadikan bumi matahari
terbit ini seperti berada di sebuah taman hati. Semua berubah menjadi serba
merah hati. Para gadis yang sedang merayakan
liburan, tampak nyaman dengan pakaian Kimono[14]
yang mereka kenakan. Anggun.
Di tengah
taman, tampak seorang pemuda dengan perawakan atletis tampak menikmati suasana
di musim semi kali ini. Dia duduk sendiri di bangku taman dengan menggenggam
sepucuk surat
yang juga berwarna pink. Dia tampak terpekur menanti seseorang yang tak kunjung
tiba. Sesekali kepalanya celingukan mencari-cari sosok yang di tunggunya
itu, tapi tak jua datang. Seseorang yang dua hari lalu memberikan surat yang kini dia
pegang. Alina.
Maafkan
aku jika sekarang jarang menemuimu lagi.
Tapi jujur, banyaknya jadwal membuatku tak bisa bercerita ini-itu lagi
bersamamu. Memang satu bulan bukan waktu yang sebentar, tapi Insya Allah dalam
waktu dekat aku akan menemuimu lagi. Di taman Sakura yang pernah kau janjikan
dulu^ ^. Oiya, maaf kalau aku tidak menghubungimu via telpon, coz handphone ku
ketingggalan di Hokkaido.
from Indonesian Girl, Sakura
Alina.
Sudah lima hari ini kenji datang
ke taman seorang diri, mulai pagi hingga siang hari. Setia menanti sosok yang
selalu memberi harapan tiap kali mengingatnya itu. Tapi apa adanya, sosok itu
tak jua muncul hingga kini. Jujur, semenjak kenal dengan Alina, ada rasa yang
membuatnya selalu bergetar tatkala mendengar atau mengucapkan nama tersebut,
hingga bisa membuat pribadinya berubah kian derajat. Dia yang dulu biasa dalam
pekerjaan yang dilarang oleh Islam, semenjak bertemu dan sering berkomunikasi
dengan Alina, hal tersebut sedikit demi sedikit dia tinggalkan. Pun berkat Alina.
Dan sejak itu, dia optimis akan kembali pada agamanya secara kaffah, dan demi
kebahagiaan ibunya di alam sana.
Ya dia ingin berubah!.



Di lain
tempat, di gedung kesenian Tokyo
tepatnya. Alina dan kawan-kawannya masih sibuk mempersiapkan acara penyambutan
Menteri Kesenian Jepang yang akan melepas kepulangan mereka kembali ke Indonesia.
Setelah pulang dari Yokohama lima
hari lalu, dia sempat menulis surat
buat Kenji yang dia titipkan pada Haruka. Dan sekarang, setengah bulan lagi dia
akan kembali ke tanah air tanpa sempat bertemu dengan Kenji. Dalam waktu yang
singkat ini, masa pertukaran pelajar akan segera selesai. Akan ada banyak
kenangan yang tak akan pernah ia lupakan selama berada di negeri para Samurai
ini. Akan ada banyak derai air mata saat meninggalkan bandara Narita nanti,
akan ada banyak kenangan yang akan
selalu menjadi pengalaman dan cerita berkepanjangan pada anak cucu kelak. Dan,
akan ada rasa kehilangan yang mendalam dari seseorang yang selalu menantikan
kedatangannya tiap hari di taman, serta akan ada banyak lagi hal-hal yang tak
bisa disebut satu-persatu. Ya, akan ada banyak lagi!.
Huh,
rasanya jengah terus-menerus duduk sendiri, dan tampaknya langit masih saja
tersenyum miris melihat kesendirian itu. Alina terlihat termenung di beranda
belakang gedung. Tangannya sibuk memencet tuts-tuts handphone barunya, menulis
sms untuk seseorang yang akan amat bahagia setelah menerimanya nanti. Maafkan
aku, sekali lagi aku masih belum bisa datang. Dan Send[15].
Tak lama seorang pembimbing memanggilanya untuk makan siang bersama.
Kenji
baru saja menerima sms dari seseorang, yang awalnya membuat dia berbinar
sewkatu tahu siapa pengirim pesan singkat tersebut. Tapi beranjak rautnya kecut
setelah membaca isinya. Kotak kecil motif Sakura yang sejak tadi dia siapkan,
dia masukkan kembali ke dalam tas pinggangnya. Sudah berhari-hari ia menunggu,
tapi takdir tuhan masih belum mengabulkan harapannya itu. Ia pun pulang seperti
tak punya semangat hidup.
Setibanya
di rumah, ia keluarkan kotak kecil tadi. Ia timang-timang sebentar, lalu
membuka kotak itu. Sebuah bros kristal berbentuk hati milik ibunya dulu, ingin
sekali dia berikan pada Alina sebagai kenang-kenangan tereakhir. Tapi satu sms
masuk lagi, dari Haruka.
“Ada kalanya hati
itu harus pasrah dengan takdir yang di atas. Ken, teman-teman dari Indonesia
setengah bulan lagi akan pulang ke negaranya. Kesempatan terakhir bertemu
Alina.



Pertengahan Musim Semi.
Pias purnama
dalam kalender bulan ini, terjuntai anggun di atas atap langit kota
Tokyo. Aku
masih berdiri mematung tanpa kata mengahadap langit, di sampingku ada Haruka
yang sedari tadi juga diam tanpa kata-kata, entah memikirkan apa. Beberapa hari
terakhir aku memang mengambil cuti dari pekerjaanku, untuk penenangan. Di sini
ramai sekali, tapi aku merasa sendiri dan sunyi.
“Dia
menitipkan ini padamu sebelum pergi, entah apa isinya”, Haruka membuka
pembicaraan malam ini, memecah kekeluan yang membatukan kami. Dia memberikan
kotak berwarna putih dengan pita merah hati, lantas ku buka perlahan. Ada sehelai shal putih bergaris senada dengan pita yang
ada di luar tadi, serta ada bordiran nama Alina di ujungnya menggunakan font Harlow Solid Italic. Ku ambil dari kotak
itu, ada sepucuk surat
yang terselip di bawah shal tersebut.
“dengan
menyebut nama Allah yang maha pengasih dan penyayang. Salam sejahtera selalu
bagi Rasulullah dan para keluarganya. Assalmu alaikum, To the point… sebelumnya
aku ucapkan maaf beribu maaf, karena selama ini aku mungkin banyak salah
kepadamu, atau pernah membuatmu kecewa. Ahmad, pahamilah…mungkin takdir masih
belum mengijinkan kita untuk bisa bertatap muka kembali, Allah selalu punya
rencana atas setiap makhluk-Nya. Ku harap kamu bisa mengerti dan memaafkan aku,
dan terimalah shal ini sebagai tanda maafku karena tak bisa bertemu denganmu
dan Sakura-Sakura yang kau janjikan itu. Jujur, ingin rasanya untuk terus
menjaga ukhuwah ini. Tapi, takdirnya kita harus berpisah di sini. Aku sangat
berharap suatu saat kita masih bisa bertemu lagi, dan melanjutkan cerita yang
terputus ini. Akan ada banyak sekali kenangan yang takkan pernah bisa tuk
dilupakan tentang kalian. Dan kau Ahmad, aku akan selalu mengenangmu (jangan
lupa ya sama Salatnya^^). Ingat kataku dulu, ibumu akan selalu menunggu doa
dari anaknya yang beriman. Mungkin hanya itu saja yang bisa aku torehkan di
lembar ini. Dan terakhir, terima kasih banyak atas perhatianmu selama
ini…wassalamu alaikum, Sayonara. Alina Putri dari Indonesia”.
Aku
mendesah perlahan setelah membacanya, mataku kembali menembus angan-angan. Tak
terasa bulir itu menetes perlahan, hatiku berkecamuk dahsyat. Tapi ku coba tuk
tetap tegar di depan Haruka.
“Doh mo
arigato gozai mashtay[16]
Haruka, tapi…sudah kau berikan kotak dariku?,” tanyaku sambil melipat kembali surat Alina.
“Itashi
mashtay[17].
Ya sudah, dia mengucapkan banyak terima kasih. Katanya, begitu berat
kepulangannya malam itu”, kami berdua masih tetap lurus menatap kedepan,
kosong. Di pias purnama itu, diantara berjuta guguran Sakura yang serasa
menjadi saksi hampa dan bingkai hidup atas tiap detik suasana malam ini. Ku
tatap purnama lagi, kini sinarnya makin merona dengan iringan rombongan awan
cerah dan sedidkit sepoi angin. Tampak iringan awan itu seperti membentuk
seulas senyum, senyum khas dari seorang Alina yang Sakura. Sketsa itu tampak
semakin nyata di atas lazuardi. Aku tersenyum membalas, Haruka menatapku heran.
“Sakura itu ada di pias purnama,” ucapku lirih.
Dari
langit, terabstrak jatuhnya hidayah secara utuh pada manusia yang sempat
tersesat dalam hidupnya ini, dan tak ada yang tahu bagaimana skenario tuhan
selanjutnya akan terjadi.
“Haruka,
aku pulang dulu…ada kewajiban yang belum aku selesaikan. Salat. Sayoh nara[18]”
[Tamat]
Sidogiri.
25 February 2009.
[1] Minuman
khas Jepang.
[2]
Perempuan yang dijual harga dirinya seperti seorang Budak.
[3] Maafkan,
tadi itu tidak sengaja saya lakukan.
[4] Tidak
apa-apa.
[5] Matras
tidur orang Jepang seperti selimut.
[6] Kedutaan
Besar Republik Indonesia.
[7] Siapa
namamu?
[8] Namaku
Alina, kalo kamu?
[9] Koran Tokyo.
[10] Selamat
pagi.
[11]
Bolehkah saya memperkenalkan diri?
[12] Sampai
berjumpa lagi.
[13] Kereta
Express.
[14] Pakaian
tradisional Jepang.
[15]
Terkirim.
[16] Terima
kasih atas bantuanmu Haruka
[17]
Sama-sama
[18] Selamat
tinggal
1 komentar:
http://reretaipan88.blogspot.com/2018/06/halo-sahabat-taipanqq-semuanya_26.html
Taipanbiru
TAIPANBIRU . COM | QQTAIPAN .NET | ASIATAIPAN . COM |
-KARTU BOLEH BANDING, SERVICE JANGAN TANDING !-
Jangan Menunda Kemenangan Bermain Anda ! Segera Daftarkan User ID terbaik nya & Mainkan Kartu Bagusnya.
Dengan minimal Deposit hanya Rp 20.000,-
1 user ID sudah bisa bermain 8 Permainan.
• BandarQ
• AduQ
• Capsasusun
• Domino99
• Poker
• BandarPoker
• Sakong
• Bandar66
Kami juga akan memudahkan anda untuk pembuatan ID dengan registrasi secara gratis.
Untuk proses DEPO & WITHDRAW langsung ditangani oleh
customer service kami yang profesional dan ramah.
NO SYSTEM ROBOT!!! 100 % PLAYER Vs PLAYER
Anda Juga Dapat Memainkannya Via Android / IPhone / IPad
Untuk info lebih jelas silahkan hubungi CS kami-Online 24jam !!
• WA: +62 813 8217 0873
• BB : E314EED5
Daftar taipanqq
Taipanqq
taipanqq.com
Agen BandarQ
Kartu Online
Taipan1945
Judi Online
AgenSakong
Posting Komentar