Kamis, 11 Juli 2013

Sakura Diremang Purnama (my first cerpen)


Angin musim gugur berhembus sepoi, membawa guguran-guguran cemara yang telah lelah tuk selalu bergelantungan pada dahannya. Yang tiap hari senantiasa mengotori halaman sebuah Pub di pinggiran Tokyo, Jepang. Di depannya, orang-orang masih terlihat sibuk berlalu-lalang di kota terpadat di Jepang ini. Memang, setiap sore menjelang petang adalah jam paling sibuk kedua setelah pagi. Apalagi, setelah musim gugur ini usai, dan akan digantikan oleh musim dingin yang akan segera dimulai. Mereka  mungkin sibuk untuk mempersiapkan segala keperluan mempersiapkan musim dingin nanti.
            Aku masih sibuk dengan pekerjaanku di Pub ini, sebagai bartender tentunya. Kenalkan dulu, namaku Kenji… Mishimoto Ahmedo Kenji, aku seorang blasteran Indonesia-Nippon. Dulunya, ayahku seorang guru agama di salah satu sekolah Negeri di Indonesia. Suatu ketika, beliau mendapat beasiswa untuk melanjutkan studi di Jepang. Setekah dapat setahun, akhirnya beliau berkenalan dengan seorang gadis Jepang pada waktu itu yang bernama Yuki Mishimoto, teman kelasnya yaitu ibuku. Dua tahun setelah perkenalan mereka, keduanya pun saling cocok satu sama lain. Serta telah mendapat restu dari orang tua masing-masing untuk menjalin hubungan yang lebih serius, yaitu menikah. Ayah dan ibu akhirnya memutuskan untuk melanjutkan ke jenjang pernikahan setahun kemudian, dilanjutkan dengan masuk Islamnya ibuku sebagai syarat dari ayah dan memboyong ibu ke Indonesia.
Waktu aku berumur dua tahunan, ayah meningagal karena suatu kecelakaan. Dan ibu membawaku kembali ke Jepang karena tidak ingin merepotkan keluarga ayah, juga beliau tidak lancar dalam berbahasa Indonesia yang juga menjadi salah satu kendalanya. Serta gangguan dari salah seorang kerabat ayah yang berniat menggantiakan posisi ayah. Tapi ibu menolak dan membawaku pulang ke Jepang setelah aku genap berumur sembilan tahun.


Tokyo, Jepang.
            Wush…! angin dingin ini terasa menusuk hingga ketulang sum-sum. Angin dingin yang biasa datang tiap tahun, kali ini terasa lebih dingin dari biasanya. Apalagi salju tiap hari turun entah pagi, siang, ataupun malam. Sepulang sekolah aku langsung berangkat ke tempat kerjaku, dan pulang sekitar jam 11:00 malam waktu Jepang. Memang tiap malam aku dapat Shiff jaga terakhir, otomatis hingga Pub tutup, tinggal aku sendiri yang ada di dalam untuk menutupnya. Kesempatan seperti ini biasa kugunakan untuk menenangkan diri dengan meneguk sebotol Sake[1]. Jujur, jiwaku masih goncang dengan kepergian ibuku. Beliau meninggal setengah bulan lalu, karena penyakit yang beliau derita.
Lima tahun lalu perekonomian keluargaku mulai terpuruk, tak layaknya keluarga-keluarga di Jepang yang berkecukupan diatas rata-rata. Hingga akhirnya ibuku terpaksa menjual kehormatannya dengan menjadikan dirinya sebagai Geisha[2], itupun untuk menghidupi keluargaku. Mungkin sejak saat itu, jiwaku jadi tergoncang dan kini beliau telah tiada. Dan aku masih belum bisa menerimanya. Akh!!“glek…glek…” dua tegukan terakhir sake telah habis untuk malam ini, pikiranku sedikit lebih tenang. Aku juga sudah tak ingat lagi dengan yang namanya Salat sejak kejadian itu.
“krek…” kututup Rolling Door Pub dengan kepala yang mulai pusing, aku mabuk. Aku berjalan sedikit gontai untuk pulang ke rumah. Dan tiba-tiba “bruk…!” tubuhku serasa menabrak sesuatu, tapi tak kuhiraukan karena aku masih pusing.
            “Lin, kamu gak pa-pa Lin!” kudengar suara teman orang yang aku tabrak tadi, dari perkataannya aku kenal bahasa orang ini. Mereka orang Indonesia.
            “Gak pa-pa koq, biarin aja”, jawab orang yang aku tabrak tadi, seorang gadis rupanya.
            “Dasar orang Jepang, kalau jalan sembarangan!”, gerutu temannya yang laki-laki itu. Ku lirik sejenak, seorang gadis berjilbab yang aku tubruk, dan dua temannya. Satu laki-laki dan seorang lagi perempuan seumuran dia tanpa jilbab.
            “Moshi wakay arimasen, waza to yatta wakay dewanai noday, say oyurushi kuda[3]”, terdengar dia minta maaf menggunakan bahasa Jepang dengan lancar, sambil menundukkan badan ala orang Jepang pula. Aku hanya tersenyum kecut melihat wajah gadis itu, wajahnya Innocent layaknya wajah gadis Indonesia pada umumnya. Kupandang temannya yang laki-laki, tapi dia terlihat tidak suka melihatku. Huh!.
            “Udah ah Lin, gak usah terlalu sopan kayak gitu ama mereka, lagian bukan kamu yang salah. Dianya aja yang jalan sempoyongan gitu!”, teman lelakinya itu nyerocos sewot tanda tak suka padaku.
            “E des yo[4]”, jawabku singkat sambil menundukkan badan, kulakukan ini untuk menghilangkan sebutan tidak sopan dari teman lelakinya itu. Kulirik sebentar, lalu aku langsung pergi meninggalkan tempat itu. Dia yang aku dengar dipanggil ‘Lin’ itu memandangku yang berwajah Indo-Nippon ini dengan tatapan sedikit tidak enak, merasa bersalah mungkin.
            Kupercepat langkahku agar segera tiba di rumah, aku masih pusing. Di rumah yang terbilang tak begitu besar ini aku tinggal sendiri. Langsung saja di dalam kamar, ku hempaskan saja tubuhku di atas Futton[5], lelah. “Lin…, Indonesia…, Rumah ayah” bayang itu berkelebat lagi. Udara di luar masih saja dingin bersalju.



Bandara Narita, Tokyo.
            Jam 09:30 pagi, aku tiba di Tokyo. Bersama dengan lima orang temanku dari Indonesia, dan beberapa guru. Untuk mengikuti program pertukaran pelajar selama enam bulan, senangnya. Kami langsung menuju KBRI[6] di Tokyo, tempat sementara kami tinggal selama di Jepang. Oiya, kenalkan namaku Alina Putri, tapi Yani dan Rudi –dua teman akrabku –biasa memanggilku Lina.
Seiring berjalannya waktu, bagiku terasa begitu cepat berada di Negeri Sakura ini. Sudah tiga bulan aku berada di sini, dan akupun juga sudah banyak menimba pengetahuan tentang Negara ini, tentang indahnya kultur budaya yang ada di sini, Jepang. Dan begitupun aku juga banyak memperkenalkan budaya tanah airku pada teman-teman dari Jepang, pun tentang indahnya budaya Indonesia. Dan kebetulan, sekarang adalah awal dari musim dingin.
Di sini aku juga punya seorang sahabat karib asli Nippon, Namanya Haruka Hanabata. Orangnya seumuran denganku. Dia pintar, supel, dan juga cantik –soalnya Rudi sempat kesemsem sama dia, hihihi –dan juga manis. Yang aku suka, dia memanggilku dengan panggilan istimewa, Sakura. Katanya karena pipiku yang agak tembem ini selalu berwana merah muda –merona –seperti bunga Sakura. Lucu ya?.
“O namae wa[7] ?”, suatu hari ketika kami baru kenal.
“Watashiwa Alina des, O namae[8]?” jawabku sambil balik bertanya.
“Haruka, Hanabata Haruka saides”, jawabnya sambil menyunggingkan senyum. Sejak saat itulah kami berteman.
Hingga pada suatu malam yang membuatku jengkel. Ketika aku dan teman-teman pulang dari rumah Haruka yang tak jauh KBRI, aku bertabrakan dengan seorang pemuda Jepang. Tapi aku sempat menyangka kalau dia itu bukan orang Jepang, soalnya dia tak seputih orang Jepang pada umumnya, dia lebih berwajah Indo gitu, tapi cukup manis orangnya. Karena dia terlihat seperti sedang mabuk, langsung saja aku minta maaf karena takut dia marah, tapi dia hanya tersenyum kecut. Rudi terlihat tak suka padanya waktu itu. Tapi walaupun begitu dia masih memaafkanku. Sempat dia menatapku heran, aku pun juga. Walaupun dia dalam keadaan mabuk begitu, tapi dia masih sempat menunjukkan kesopanannya pada kami. Dan itulah yang aku suka dari orang Jepang. Walaupun dulunya bangsaku sempat di jajah oleh mereka.



Setengah bulan lebih, tapi siluet gadis itu selalu saja terbias dalam pikiranku. Hingga pagi menjelang, aku masih belum bisa untuk memejamkan mata. Jam tujuh pagi, ku coba untuk menenangkan diriku dengan cara berjalan-jalan di taman. Sambil ku baca Tokyo no Shimbun[9], ah…beritanya itu-itu saja. Tentang ketegangan antar Negara Barat-Timur. Lamunanku menerawang lagi, jauh dari alam sadarku. Tuhan, betapa indah dunia yang kau ciptakan untuk manusia-manusia bodoh sepertiku ini.
Musim semi rasanya sudah hampir tiba, sebentar lagi Sakura-Sakura itu akan segera bergeliat memekar dari dahannya bersemayam. Ini memang suatu kebanggaan bagi orang Jepang, musim semi dengan Sakura-nya yang indah. Bunga merah jambu yang takkan pernah ada di Negara lain selain di Jepang. Ku teruskan lagi bacaan Koranku yang sempat terputus oleh lamunanku tadi, dan tak ku hiraukan keadaan sekitar. “krie..k” terdengar seseorang duduk di bangku taman yang aku duduki, wajahnya tertutup oleh Shimbun yang dibacanya. Ku lirik sebentar, dan Bless…dia, aku pernah kenal wajah ini. Ya, dia gadis yang tempo hari aku tubruk itu, sungguh suatu kebetulan bagiku, Seperti dalam film saja. Dan ini cukup untuk membuat hatiku berdegup tak karuan. Hah!.
“Go zai masu[10]?,” aku mencoba untuk menyapanya dengan ramah, dia menurunkan korannya dan menoleh padaku.
“Pagi,” jawabnya singkat. Aku berdiri di depannya sambil menundukkan badanku.
“Jikoshtay mo yoro shee deska[11]?,” pintaku dengan hormat.
“Ya silahkan”
“Anda dari Indonesia kan?, kenalkan nama saya Kenji… Mishimoto Ahmedo Kenji,” setelah ku perkenalkan namaku, dia mengernyitkan alisnya pertanda heran.
“Sebelumnya, saya minta maaf atas kejadian malam itu, saya waktu itu dalam keadaan mabuk, sekali lagi maafkan saya.” Aku mencoba membuka pembicaraan dan langsung pada intinya, walau sedikit gemetar.
“O…anda yang waktu itu kan. Oh tidak-tidak! Seharusnya saya yang harus minta maaf…,” dia juga berdiri dan melakukan hal yang sama sepertiku. Kami jadi salah tingkah.
 “O ya-ya, kenalkan juga nama saya Alina Putri. Saya dengar ada nama Ahmed dari nama kamu barusan, Apa kamu seorang Muslim?,” dia balik bertanya tentang namaku tadi, dengan bahasa Jepang.
“Ya…saya memang seorang Muslim, dan blasteran Indo-Nippon”, ucapku lagi yang kini mulai menggunakan bahasa Indonesia yang mulai kaku, dan dia terkejut mendengarnya. Kami duduk kembali, lalu aku mulai bercerita tentang asal-usulku. Kami saling berbagi cerita pagi itu, dan akhirnya kami merasa mulai akrab. Ku tanyakan juga tentang apa yang sedang dia lakukan di Jepang. Ternyata dia mengikuti program pertukaran pelajar.
“Jadi, ayah kamu orang Bandung. Kapan terakhir kali pergi ke Indonesia?”, tanyanya kemudian, dia terlihat manis dengan jilbab dan jaket serba pink, ditambah bawahan panjang warna putih. Ah!.
“Terakhir kali di Indonesia, waktu itu aku berumur sepuluh tahun. Setelah ayahku meninggal, oleh ibu aku dibawa kembali ke sini. Dan beginilah aku sekarang, hidup sendiri. Ya…setelah ibu meninggal, aku mulai mencoba hidup mandiri…bla bla bla” tukasku panjang lebar.
“Maafkan tentang ibumu, aku tak bermaksud begitu”,
“Tidak apa-apa, memang beginilah keadaannya. Oiya, kapan kamu kembali ke Indonesia? Di musim semi yang akan datang, akan ada banyak perayaan dan festival, juga akan mulai bermekarannya bunga-bunga Sakura. Apa kamu tidak ingin menyaksikannya?”.
“Entahlah, mungkin tiga bulan lagi. Sebenarnya aku ingin sekali. Ya, mudah-mudahan waktu itu aku belum pulang”, jawabnya.
“Jika kamu musim semi nanti masih ada di sini, aku ingin memperkenalkanmu dengan Sakura-Sakura itu. Juga teman-temanmu, gimana?”
“Insya Allah”, senyumnya mengembang lagi.  Tak terasa obrolan kami pagi itu berdurasi cukup lama. Jam sepuluh pagi aku mengantarnya kembali ke KBRI yang memang tak jauh dari tempat kami bertemu tadi. Dan kami pun jadi akrab sejak itu, untungnya aku sempat meminta nomor Handphonennya. “Sakura ternyata mekar sebelum waktunya”.
“Terima kasih atas waktunya, lain kali apakah kita bisa berbincang lagi?”, tanyaku sebelum pergi.
“Ya mudah-mudahan bisa. Sampai disini dulu, teman-temanku di dalam sudah menunggu. Mata ato day[12]”, tak lupa ia berikan senyum hangatnya yang indah seperti Sakura.



Udara di luar cukup dingin, dan salju turun cukup deras hari ini. Ada kegiatan baru bagiku yang tak bisa ditinggalkan sebenarnya. Bertemu dengan Sakura –Alina –tiap sore jam 03:00 di taman. kadang bukan Cuma dia yang datang, Yani dan Rudi biasanya juga diajak. Bahkan, Haruka sesekali ikut apabila tidak ada jam sekolah atau les. Kadang juga aku bercerita tentang kehidupan pribadiku pada dia, tak jarang solusi darinya menjadi pencerahan dan jalan keluar bagi masalahku. Dan kini, diriku serasa menemukan cahaya hidupku lagi. Mungkin ini sebuah Hidayah yang dulu pernah hilang dari hidupku. Salat lima waktu yang cukup lama ku tinggalkan, sedikit demi sedikit mulai ku kerjakan kembali, dan itu berkat Alina. Hidupku serasa menemukan dunia baru. Tak jarang, aku mengajak mereka mengelilingi keindahan kota Tokyo dengan berjalan kaki. Di Jepang, transportasi nomor satu yaitu dengan berjalan kaki, hal ini sangatlah membanggakan bagi orang Jepang. Karena kita diajak untuk mencintai diri sendiri.

Tiga minggu berlalu terasa cepat, udara dingin yang biasanya membuat gigil seluruh sendi, kini sedikit lebih hangat. Mungkin karena musim semi sudah dekat, dan itu tandanya bunga Sakura akan segera bermekaran. Seperti Alina yang Sakura.
Musim semi diperkirakan akan dimulai tiga minggu lagi, karena dalam ramalan cuaca, angin Siberia Tenggara datangnya akan lebih cepat. Sambil menyimak berita dari TV, hari ini aku tak keluar rumah, karena tak ada janji dengan Sakura dan teman-temannya seperti biasa. Mereka sedang pergi ke pulau Hokkaido masih dalam program pertukaran pelajar itu. Memang, tadi malam aku sempat mengantar mereka ke stasiun, dengan menumpang Shinkansen[13], mereka berangkat sekitar pukul delapan malam. Akhirnya aku pulang bersama Haruka.
“Ahmad, aku selalu berharap semoga kau bisa kembali seperti dulu lagi…” pesan Sakura itu selalu ku ingat sampai sekarang, dia katakan itu sebelum berangkat. Oiya, dari semua yang aku kenal, hanya dia yang memanggilku dengan sebutan Ahmad –nama depanku –karena akan mengingatkan dia selalu pada Nabi Muhammad katanya. Mengingat pesan itu, aku langsung mengambil wudlu’ dan melaksanakan Salat subuh yang tadi sempat kesiangan. Hehehe!.


  Angin musim semi berhembus semilir riuh rendah, berdesir di antara pepohonan Sakura yang bertebaran di kota Tokyo. Menggugukan bunga-bunga yang telah dewasa. Sejurus mata memandang, tebaran bunga khas Jepang ini padat memenuhi seantero Jepang, menjadikan bumi matahari terbit ini seperti berada di sebuah taman hati. Semua berubah menjadi serba merah hati. Para gadis yang sedang merayakan liburan, tampak nyaman dengan pakaian Kimono[14] yang mereka kenakan. Anggun.
Di tengah taman, tampak seorang pemuda dengan perawakan atletis tampak menikmati suasana di musim semi kali ini. Dia duduk sendiri di bangku taman dengan menggenggam sepucuk surat yang juga berwarna pink. Dia tampak terpekur menanti seseorang yang tak kunjung tiba. Sesekali kepalanya celingukan mencari-cari sosok yang di tunggunya itu, tapi tak jua datang. Seseorang yang dua hari lalu memberikan surat yang kini dia pegang. Alina.
Maafkan aku jika sekarang  jarang menemuimu lagi. Tapi jujur, banyaknya jadwal membuatku tak bisa bercerita ini-itu lagi bersamamu. Memang satu bulan bukan waktu yang sebentar, tapi Insya Allah dalam waktu dekat aku akan menemuimu lagi. Di taman Sakura yang pernah kau janjikan dulu^ ^. Oiya, maaf kalau aku tidak menghubungimu via telpon, coz handphone ku ketingggalan di Hokkaido.
from Indonesian Girl, Sakura Alina.
Sudah lima hari ini kenji datang ke taman seorang diri, mulai pagi hingga siang hari. Setia menanti sosok yang selalu memberi harapan tiap kali mengingatnya itu. Tapi apa adanya, sosok itu tak jua muncul hingga kini. Jujur, semenjak kenal dengan Alina, ada rasa yang membuatnya selalu bergetar tatkala mendengar atau mengucapkan nama tersebut, hingga bisa membuat pribadinya berubah kian derajat. Dia yang dulu biasa dalam pekerjaan yang dilarang oleh Islam, semenjak bertemu dan sering berkomunikasi dengan Alina, hal tersebut sedikit demi sedikit dia tinggalkan. Pun berkat Alina. Dan sejak itu, dia optimis akan kembali pada agamanya secara kaffah, dan demi kebahagiaan ibunya di alam sana. Ya dia ingin berubah!.


Di lain tempat, di gedung kesenian Tokyo tepatnya. Alina dan kawan-kawannya masih sibuk mempersiapkan acara penyambutan Menteri Kesenian Jepang yang akan melepas kepulangan mereka kembali ke Indonesia. Setelah pulang dari Yokohama lima hari lalu, dia sempat menulis surat buat Kenji yang dia titipkan pada Haruka. Dan sekarang, setengah bulan lagi dia akan kembali ke tanah air tanpa sempat bertemu dengan Kenji. Dalam waktu yang singkat ini, masa pertukaran pelajar akan segera selesai. Akan ada banyak kenangan yang tak akan pernah ia lupakan selama berada di negeri para Samurai ini. Akan ada banyak derai air mata saat meninggalkan bandara Narita nanti, akan ada banyak kenangan yang akan selalu menjadi pengalaman dan cerita berkepanjangan pada anak cucu kelak. Dan, akan ada rasa kehilangan yang mendalam dari seseorang yang selalu menantikan kedatangannya tiap hari di taman, serta akan ada banyak lagi hal-hal yang tak bisa disebut satu-persatu. Ya, akan ada banyak lagi!.
Huh, rasanya jengah terus-menerus duduk sendiri, dan tampaknya langit masih saja tersenyum miris melihat kesendirian itu. Alina terlihat termenung di beranda belakang gedung. Tangannya sibuk memencet tuts-tuts handphone barunya, menulis sms untuk seseorang yang akan amat bahagia setelah menerimanya nanti. Maafkan aku, sekali lagi aku masih belum bisa datang. Dan Send[15]. Tak lama seorang pembimbing memanggilanya untuk makan siang bersama.
Kenji baru saja menerima sms dari seseorang, yang awalnya membuat dia berbinar sewkatu tahu siapa pengirim pesan singkat tersebut. Tapi beranjak rautnya kecut setelah membaca isinya. Kotak kecil motif Sakura yang sejak tadi dia siapkan, dia masukkan kembali ke dalam tas pinggangnya. Sudah berhari-hari ia menunggu, tapi takdir tuhan masih belum mengabulkan harapannya itu. Ia pun pulang seperti tak punya semangat hidup.
Setibanya di rumah, ia keluarkan kotak kecil tadi. Ia timang-timang sebentar, lalu membuka kotak itu. Sebuah bros kristal berbentuk hati milik ibunya dulu, ingin sekali dia berikan pada Alina sebagai kenang-kenangan tereakhir. Tapi satu sms masuk lagi, dari Haruka.
Ada kalanya hati itu harus pasrah dengan takdir yang di atas. Ken, teman-teman dari Indonesia setengah bulan lagi akan pulang ke negaranya. Kesempatan terakhir bertemu Alina.

Pertengahan Musim Semi.
Pias purnama dalam kalender bulan ini, terjuntai anggun di atas atap langit kota Tokyo. Aku masih berdiri mematung tanpa kata mengahadap langit, di sampingku ada Haruka yang sedari tadi juga diam tanpa kata-kata, entah memikirkan apa. Beberapa hari terakhir aku memang mengambil cuti dari pekerjaanku, untuk penenangan. Di sini ramai sekali, tapi aku merasa sendiri dan sunyi.
“Dia menitipkan ini padamu sebelum pergi, entah apa isinya”, Haruka membuka pembicaraan malam ini, memecah kekeluan yang membatukan kami. Dia memberikan kotak berwarna putih dengan pita merah hati, lantas ku buka perlahan. Ada sehelai shal putih bergaris senada dengan pita yang ada di luar tadi, serta ada bordiran nama Alina di ujungnya menggunakan font Harlow Solid Italic. Ku ambil dari kotak itu, ada sepucuk surat yang terselip di bawah shal tersebut.
“dengan menyebut nama Allah yang maha pengasih dan penyayang. Salam sejahtera selalu bagi Rasulullah dan para keluarganya. Assalmu alaikum, To the point… sebelumnya aku ucapkan maaf beribu maaf, karena selama ini aku mungkin banyak salah kepadamu, atau pernah membuatmu kecewa. Ahmad, pahamilah…mungkin takdir masih belum mengijinkan kita untuk bisa bertatap muka kembali, Allah selalu punya rencana atas setiap makhluk-Nya. Ku harap kamu bisa mengerti dan memaafkan aku, dan terimalah shal ini sebagai tanda maafku karena tak bisa bertemu denganmu dan Sakura-Sakura yang kau janjikan itu. Jujur, ingin rasanya untuk terus menjaga ukhuwah ini. Tapi, takdirnya kita harus berpisah di sini. Aku sangat berharap suatu saat kita masih bisa bertemu lagi, dan melanjutkan cerita yang terputus ini. Akan ada banyak sekali kenangan yang takkan pernah bisa tuk dilupakan tentang kalian. Dan kau Ahmad, aku akan selalu mengenangmu (jangan lupa ya sama Salatnya^^). Ingat kataku dulu, ibumu akan selalu menunggu doa dari anaknya yang beriman. Mungkin hanya itu saja yang bisa aku torehkan di lembar ini. Dan terakhir, terima kasih banyak atas perhatianmu selama ini…wassalamu alaikum, Sayonara. Alina Putri dari Indonesia”.
Aku mendesah perlahan setelah membacanya, mataku kembali menembus angan-angan. Tak terasa bulir itu menetes perlahan, hatiku berkecamuk dahsyat. Tapi ku coba tuk tetap tegar di depan Haruka.
“Doh mo arigato gozai mashtay[16] Haruka, tapi…sudah kau berikan kotak dariku?,” tanyaku sambil melipat kembali surat Alina.
“Itashi mashtay[17]. Ya sudah, dia mengucapkan banyak terima kasih. Katanya, begitu berat kepulangannya malam itu”, kami berdua masih tetap lurus menatap kedepan, kosong. Di pias purnama itu, diantara berjuta guguran Sakura yang serasa menjadi saksi hampa dan bingkai hidup atas tiap detik suasana malam ini. Ku tatap purnama lagi, kini sinarnya makin merona dengan iringan rombongan awan cerah dan sedidkit sepoi angin. Tampak iringan awan itu seperti membentuk seulas senyum, senyum khas dari seorang Alina yang Sakura. Sketsa itu tampak semakin nyata di atas lazuardi. Aku tersenyum membalas, Haruka menatapku heran. “Sakura itu ada di pias purnama,” ucapku lirih.
Dari langit, terabstrak jatuhnya hidayah secara utuh pada manusia yang sempat tersesat dalam hidupnya ini, dan tak ada yang tahu bagaimana skenario tuhan selanjutnya akan terjadi.
“Haruka, aku pulang dulu…ada kewajiban yang belum aku selesaikan. Salat. Sayoh nara[18]” [Tamat]
Sidogiri. 25 February 2009.



[1] Minuman khas Jepang.
[2] Perempuan yang dijual harga dirinya seperti seorang Budak.
[3] Maafkan, tadi itu tidak sengaja saya lakukan.
[4] Tidak apa-apa.
[5] Matras tidur orang Jepang seperti selimut.
[6] Kedutaan Besar Republik Indonesia.
[7] Siapa namamu?
[8] Namaku Alina, kalo kamu?
[9] Koran Tokyo.
[10] Selamat pagi.
[11] Bolehkah saya memperkenalkan diri?
[12] Sampai berjumpa lagi.
[13] Kereta Express.
[14] Pakaian tradisional Jepang.
[15] Terkirim.
[16] Terima kasih atas bantuanmu Haruka
[17] Sama-sama
[18] Selamat tinggal


1 komentar:

http://reretaipan88.blogspot.com/2018/06/halo-sahabat-taipanqq-semuanya_26.html

Taipanbiru
TAIPANBIRU . COM | QQTAIPAN .NET | ASIATAIPAN . COM |
-KARTU BOLEH BANDING, SERVICE JANGAN TANDING !-
Jangan Menunda Kemenangan Bermain Anda ! Segera Daftarkan User ID terbaik nya & Mainkan Kartu Bagusnya.
Dengan minimal Deposit hanya Rp 20.000,-
1 user ID sudah bisa bermain 8 Permainan.
BandarQ
AduQ
Capsasusun
Domino99
Poker
BandarPoker
Sakong
Bandar66

Kami juga akan memudahkan anda untuk pembuatan ID dengan registrasi secara gratis.
Untuk proses DEPO & WITHDRAW langsung ditangani oleh
customer service kami yang profesional dan ramah.
NO SYSTEM ROBOT!!! 100 % PLAYER Vs PLAYER
Anda Juga Dapat Memainkannya Via Android / IPhone / IPad
Untuk info lebih jelas silahkan hubungi CS kami-Online 24jam !!
• WA: +62 813 8217 0873
• BB : E314EED5

Daftar taipanqq

Taipanqq

taipanqq.com

Agen BandarQ

Kartu Online

Taipan1945

Judi Online

AgenSakong

Posting Komentar